Rabu, 25 Juli 2018

Shalat Tepat Waktu bagi Sang Ibu

Sebelumnya, aku tidak pernah membayangkan bahwa salah satu tantangan ketika menjadi seorang ibu adalah menjaga shalatnya. Jam tidur yang berantakan, terjaga sepanjang malam. Perut selalu lapar, namun untuk makan saja sulit karena bayi tak mau dilepas. Seperti ingin mengatakan, jangankan untuk shalat, untuk tidur, makan, dan buang air saja sulit..

Aku tidak ingin membanding-bandingkan kondisiku dengan yang lain. Orang lain mungkin suaminya bisa kerja dirumah dan membantu mengurus bayi bergantian. Atau mungkin ada nenek dan kakek sang bayi yang bisa menggendong sebentar ketika ingin shalat. Bahkan mungkin ada juga yang menggunakan jasa baby sitter. Apapun kondisinya, aku yakin menjadi ibu memiliki tan

Minggu, 15 Juli 2018

Mata Yang Mengawasi Anak Ketika Sedang Shalat

Ramadhan tahun lalu, aku hampir tidak merasakan suasana tarawih di masjid. Saat itu anakku masih bayi, baru bisa merangkak. Alhamdulillah Allah kasih kesempatan tahun ini menikmati indahnya Ramadhan lagi. Aku targetkan tidak bolong tarawih selama sebulan penuh kecuali kalau datang bulan ya tentunya. Hari pertama, masyaAllah aku hampir saja menitikan air mata haru karena selama di masjid yaitu sejak shalat isya berjamaah, mendengarkan ceramah, sampai shalat witir, anak 19 bulanku itu super anteng! Rasanya seperti Allah memudahkan niat ibadahku, gimana gak brebes mili kan, padahal di masjid itu banyak anak lain yang lari-larian dan menangis.

Jadi, setiap mau tarawih, aku menyiapkan makanan buat Thea. Makanan yang seminimal mungkin potensi ngotorin tangan dan masjid. Misalnya, bola-bpla nasi yang aku buat seukuran sekali suap. Persiapan lainnya, aku bawakan buku kesukaannya. Ini sangat membantu dia bisa duduk anteng. Pokoknya takjub sekali sama moment ini. Suka ngerasa kangen kan sama masa-masa single? Nah moment tarawih dengan tenang itu salah satunya. Tahun ini, bisa terobati. MasyaAllah syukurnya bukan main..

Dan sampailah pada tarawih malam ke 10. Makanan dan buku sudah dibawa. Althea duduk manis sampai ceramah selesai. Dia matanya tertuju pada kakak-kakak laki-laki di shaf depan kami. Kebetulan saat itu kami duduk di shaf pertama perempuan. Sepertinya Athea sedang observasi situasi dan kondisi nih . Yes, bener aja.. ketika shalat tarawih dimulai, untuk pertama kalinya Althea berjalan ke arah shaf laki-laki sampai mataku yg lagi berusaha untuk tetap menatap titik sujud itu tidak lagi bisa melihatnya. Selama suaranya masih terdengar, aku lebih tenang. Tapi ketika bayang-bayangnya dan suaranya gak ada, solat mulai gelisah. Astgahfirullah. Gemeeees banget pengen gerakin mata mencari keberadaan anak kecil yang satu itu. Bacaan shalat mulai sekenanya. Fokus sudah buyar. Ya Allah, diterima gak ya shalat model gini ??

Aku berusaha tetap menahan mata agar gak ikut lari-lari. Sempat teringat pernah denger ceramah katanya yang matanya lirak lirik kala shalat itu kaya pencuri. Entah apa tepatnya, intinya gak baik. Ketika sujud, Aku berucap dalam hati, “Ya Allah, kutitip anakku padamu”

Aku bangun dari sujud rakaat pertamaku, dan tiba-tiba samar terlihat seorang anak laki-laki berbaju merah menuntun Althea berjalan menuju sajadahku, menginstruksikan Althea agar duduk sambil berkata “nih adek di sini aja ya sama mamanya”

Ya Allah ya Rahman, kontan sekali menjawab doaku, meuni langsung ! Leher mendadak lunglai, menunduk malu, seperti Allah menegurku. Hilangkanlah kekhawatiran duniawi dalam shalatmu, Niela.

#asah

Aku mencari tahu hadis yang berkaitan dengan lirak lirik ketika shalat. Sepertinya pemahamanku yang sekelibat muncul itu tidak bisa aku pegang. Dari hasil baca-baca, sekarang aku tahu bahwa melirik-lirik ketika shalat itu hukumnya makruh, namun tidak membatalkan shalat. Lalu bagaimana dengan memejamkan mata ? Sampai menulis ini, aku belum menemukan hadis yang menyatakan haram hukumnya memjamkan mata ketika shalat, hanya saja itu tidak ada dalam sunah shalatnya Rasulullah. Artinya, rasul shalat tidak memejamkan matanya.

Pada artikel lain, aku menyimpulkan bahwasanya memejamkan mata maupun menoleh/melirik, dapat dilihat kebutuhannya. Dikatakan boleh, ketika keduanya dibutuhkan. Misalnya saja jika tempat sujud kita, terdapat ornamen yang mengganggu kekhusyuan shalat, maka memejamkan mata untuk menjaga fokus kita itu dianggap boleh. Begitupun dengan melirik, jika ada hal yang sekiranya mengancam keselamatan, maka hukum melirik ketika shalat pada saat itu dibolehkan.

Melihat dari sisi lain, dikatakan prihal menjaga mata terbuka ketika shalat akan menyehatkan mata. Otot-otot mata seperti dilatih senam kala kita ruku dan bangun sambil memfokuskannya pada satu titik.

Wallahualam bishawab.

Kamis, 12 Juli 2018

SEKOLAH BAYI, BUTUH ATAU HANYA TREND ?

SEKOLAH BAYI, BUTUH ATAU HANYA TREN ?

Hadirnya media sosial tentu saja memberi pengaruh kepada kehidupan kita. Siapa saja dapat dengan mudah membagikan cerita keseharian maupun berbagi pendapat. Semudah itu pula kita dapat mengetahui kegiatan orang lain, termasuk public figure. Hal ini lah yang mampu menciptakan sesuatu menjadi sebuah tren. Kita melihat banyaknya public figure yang “menyekolahkan” anaknya sejak bayi. Saya mendatangi 3 “sekolah” bayi untuk mencari tahu, apa sih yang mereka tawarkan ?

Tempat pertama, membuat saya langsung jatuh cinta karena tempatnya nyaman. Dibangun khusus untuk tempat bermain dan belajarnya anak usia 6 bulan sampai usia Taman Kanak-kanak. Tempatnya luas, parkiran luas, outdoor playground luas, bahkan sudah dilengkapi pula dengan kolam renang. Program yang ditawarkan untuk batita fokus pada olah fisik, yaitu baby gym, little dance, dan swim. Ketiganya memiliki ruang/lokasi yang khusus dan memang didesain aman , nyaman, dan bersih untuk anak-anak. Olah fisik memang sangat dianjurkan untuk merangsang dan melatih perkembangan gross motor skill dan tentunya menunjang kesehatan anak. Sementara untuk dancing, bukan sekedar fisik yang dilatih tapi juga memberikan efek positif pada kecerdasannya. Ketika belajar menari, anak dilatih untuk mengingat gerakan, berkonsentrasi, dan menyelaraskan gerak tubuh dengan irama. Frekuensi pertemuan dis ini lebih sering dibanding dua tempat lain yang saya survei, yaitu 2-3 kali dalam satu minggu. Untuk durasi, ketiganya tidak memiliki perbedaan yang signifikan, mungkin sudah disesuaikna dengan kebutuhan dan kondisi anak usia tersebut ya.

Tempat kedua adalah sebuah sekolah dan day care yang sudah memiliki banyak sekali cabang di jakarta. Sekolah ini memang sudah lama berdiri dan membuka sistem franchise. Terasa sekali kematangan dari sekolah ini karena websitenya aktif, bahkan saya mendaftar untuk trial class pun melalui website yang kemudian saya dikontak melalui telfon. Saya mencoba mendatangi open house dari salah satu cabangnya yang berlokasi di sebuah rumah yang dijadikan “sekolah”. First impression, saya kurang suka dengan kondisi kelas untuk bayinya dan outdoor playground yang terlihat kurang terawat. Sekolah ini menonjolkan kualitas bahan ajarnya. Mencakup semua yang dibutuhkan untuk menstimulasi kemampuan anak seperti vocabulary, logika, matematika, motorik halus, dan lainnya. Bahkan ada jadwal khusus untuk praktek membuat makanan sederhana yang menurut mereka berfungsi untuk melatih motorik juga. Frekuensi pertemuannya satu minggu sekali dan ada jadwal untuk field trip.

Tempat ketiga adalah favorit saya. Favorit karena saya sebagai orang tua akan mendapat keuntungan lebih banyak dibanding dari dua sekolah sebelumnya. Sekolah ini mengerti betul pentingnya peran orang tua. Berbeda dengan dua sekolah sebelumnya, yang terakhir ini menawarkan program bukan hanya untuk anak namun juga untuk orang tuanya. Tidak ada free trial class, adanya baby introduction package yakni orang tua membayar untuk percobaan selama 4 kali pertemuan. Memang tidak gratis, bahkan menurut saya juga tidak murah, tapi ini penting dan efektif. Karena menurut saya, kalau hanya mencoba satu kali pertemuan, tidak banyak yang dapat kita simpulkan. Anak usia sekitar satu tahun bergantung pada banyak hal, ketika ia mengantuk, lapar, tentu saja mood untuk mencoba hal baru tidak optimal. Hal yang dilakukan di kelas pun sangat beragam, dan mungkin saja ada yang anak sukai dan tidak, nah bisa saja aktifitas pada pertemuan perdana bukanlah yang ia sukai. Maka menyimpulkan anak tidak suka atau belum siap sekolah hanya pada satu kali pertemuan menurut saya kurang efektif.

Setelah saya mendaftar paket perkenalan tersebut, saya mendapat jadwal untuk Parent’s Orientation. Pada Parent’s Orientation, saya dijelaskan tentang profile sekolah, sekilas tentang neuroscience ,mengenai apa saja yang akan diajarkan di kelas, apa yang menjadi dasar bahan ajar mereka, dan apa saja yang akan saya dapat jika bergabung pada kelas reguler. Wah terasa sekali kematangannya! Saya suka! Penjelasan yang saya terima membuka pikiran saya, “sekolah bayi” bukan sekedar gaya. Semua yang dilakukan di sini berpegang pada hasil research. Istilah golden age hadir karena pada masa ini, anak menyerap banyak sekali hal. Setiap stimulasi yang diberikan akan mengaktifkan syaraf otaknya. Semakin banyak stimulasi, akan semakin kaya pula cabang-cabang syaraf aktifnya. Materi dan mainan yang diberikan sudah disesuaikan untuk stimulasi dan untuk membangun dasar yang kuat pada kemampuan seperti bahasa, matematika, dan fokus anak. Dengan bekal penjelasan pada sesi ini, orang tua jadi paham ketika di kelas nanti harus bersikap bagaimana dan ketika di rumah pun bisa diterapkan. Mungkin banyak yang kita pikir sederhana, tapi akan menunjukkan hasil yang berbeda jika dilakukan “tidak sengaja” dengan melakukannya “mindfullnes”. Dengan mengetahui tujuan yang kita lakukan, kita akan melakukannya dengan penuh kesadarann.

Lalu setelah Parent’s orientation, pembayaran kelas reguler sudah termasuk 1 x 50menit  sekali seminggu pertemuan, Program Tea for Mom yaitu edukasi untuk orang tua, dan aplikasi khusus untuk orang tua yang berisi milestone dan stimulasi yang dapat dilakukan orang tua di luar jam pertemuan.

Lokasinya bertempat di sebuah ruko. Tidak ada outdoor area. Saya melihatnya sebagai sebuah kekurangan, namun memang olah fisik tidak menjadi fokus mereka, sekolah yang satu ini lebih tepat dikatakan sebagai brain gym untuk anak.

Saya menyimpulkan, sekolah bayi memang bukan sekedar tren, tapi juga bukan kewajiban. Artinya, jika orang tua belum mampu secara finansial ataupun waktu dan tempat (tinggal di daerah yang jauh dari lokasi sekolah), maka bisa melakukan stimulasi yang sama efektifnya di rumah sendiri. Perbanyak membaca, mencari tahu tujuan mengajak anak “ikut campur” di dapur, memilih mainan yang merangsang otaknya, merangsang motoriknya. Lakukan setiap aktifitas bersama anak dengan penuh kesadaran dan cinta, insyaAllah niat kita untuk membesarkan anak yang bermanfaat dapat terwujud. Aamiin.